Permulaan kebaikan dipandang ringan, tetapi akhirnya dipandang berat. Hampir-hampir saja pada permulaannya dianggap sekedar menuruti khayalan, bukan pikiran; tetapi pada akhirnya dianggap sebagai buah pikiran, bukan khayalan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa memelihara pekerjaan lebih berat dari pada memulainya. Mohon do'akan kami semoga selalu istiqomah dalam kebaikan Perajurit Saba: September 2015

Jumat, 25 September 2015

Tuhan, Siapalah Aku

Tuhan,,
Siapalah aku yang teramat kerdil dalam jagat kuasa_Mu
Tak pernah menjadi apa-apa
Pun tak memiliki apa-apa

Hanya, biarkan aku menjadi Aurora
Yang melesat dengan kokoh keangkasa
Meskipun separuh sayap terluka
Menuju tiang langit_Mu
Tanpa harus terkesiap dan terlena
Oleh ranum senja dan kerlip alpha centura

Tuangkan dalam cangkir jiwaku
Sebening cinta untuk mereka yang dicampakkan,
Disingkirkan, dipinggirkan
Karena AKU, DIA, MEREKA, KAMI
Sama dihadapan_Mu

Kau titahkan yang terbaik
Bukan ditentukan dari kelihaian berkata-kata
Karena kata-kata telah lama menghipnotis kami
Hingga kami terpanggang dalam kawah ketidak tahuan
Kebodohan

Menjelmakan kami sebagai
Ifrit-ifrit milenium
Sekumpulan manusia hipokrit tak tahu malu

Pun bukan pula ditentukan seberapa elok wajah
Dan bentuk tubuh kami
Karena itu semua semata-mata tak dapat kami elak
Engkau telah menentukan tanpa dapat kami memilih

Sebagimana kemuliaan juga tidak dapat diwariskan
Melalui darah, keturunan
Karena itu pun
Telah Engkau tentukan, tanpa dapat kami meminta

Kemuliaan dan penghargaan sejati itu pun
Tak terukur oleh limpahan harta
Karena acapkali semua itu membuat kami mendewakan dunia
Membutakan jiwa, melumpuhkan logika

Sebab,
Tangis bayi yang kelaparan,
Jerit ibu-ibu hamil yang tak punya sepeserpun uang,
Bapak-bapak yang kehilangan pekerjaan,
Serta para manula yang penyakitan
Tak sanggup mendobrak benteng keangkuhan dalam jiwa kami

Kami menjadi yang terbaik dan mulia karena
Dan hanya karena derajat ketaqwaan kami kepada_Mu
Maka kuatkanlah kami untuk meneguhkan hati
Untuk senantiasa bersujud kepada_Mu
Memancarkan nur cinta_Mu
Dialtar jiwa mereka yang terluka

Hingga kami mengerti,
Betapa penghormatan
Dan setitik keangkuhan
Tak layak kami sandang

Duh Gusti,
Singkirkan arakan awan keangkuhan dalam jiwa kami
Agar kami kembali kepada_Mu
Dengan menenteng ranumnya amal dan pengabdian

Aku milik_Mu Tuhan
Aku bukan siapa-siapa
Aku tak punya apa-apa

(dari novel ning aisya)

Untuk Sahabat

Sahabat,
Pertemuan kita tak pernah terlintas dipikiran
Semua yang terjadi seperti suatu kebetulan
Ku bagai menemukan tempat kediaman
Dimana ku dapat suatu perlindungan

Selama ini ku selalu dirundung kesedihan
Tiada sapa tau hatiku yang sering mengalir tangisan
Wajah yang selalu menunjukkan keriangan
Namun hati yang tau hanya kau.. Teman,,

Andaikan ku temui insan yang dapat
Membahagiakan dan menghilangkan
Segala kepiluanku

Sahabat,.,
4 tahun kita bersama
4 tahun kita bersahabat
4 tahun kita berbagi

Teringat akan masa lalu yang ku lalui bersama kalian
Semua terasa begitu indah
Saat kita saling menatap
Saat kita saling tertawa
Pun saat kita saling bertengkar
Semua terasa begitu cepat

Sahabat,.,
Meski timur menghadap utara
Meski bumipun terbelah dua
Sampai bintang runtuh dari angkasa
Kau dan aku selamanya bersahabat

Sikap rendah hati, uluran persahabatan,
Gurat keluguan, pancaran kecerdasan, raung keberanian,
Sahabat,.,
Aku merindukan itu dari kalian

Hai sahabat,.,
Ku gali matamu
Ku temui bintang jatuh
Ku jumpai nautika biru membentang
Ku jumpai telaga biru beriak pelan

Kini semua telah menghilang
Dan menjadi sebuah kenangan

Terimakasih sudah bersedia menjadi sahabatku
Dan maafkan atas pertemanan yang jelek

Sahabat,.,
Mungkinkah kau mau mengulang kembali
Kenangan itu bersamaku lagi?

Sahabat,.,
Andai kita tak lagi berjuang bersama-sama
Kita masih tetap bisa sama-sama berjuang

Sahabat,.,
Jika hari esok bukan lagi milik kita
Tolong, maafkan saya ya,,!

Kamis, 24 September 2015

Siapakah Kaum Sufi itu?

 Memahami kaidah hukum syari'at
  
        Dari mana datangnya kerancauan berfikir yang diidap banyak orang sekarang,sampai mereka ragu menapaki jalan menuju Allah? ada yang mengatakan ''aku suka sekali membaca shalawat untuk Nabi''. yang lain mengatakan ''aku telah merasakan nikmatnya membaca shalawat untuk Nabi. Ada perasaan lembut.takut, dan cinta yang mengalir kelubuk kalbuku.'' Tidak jarang air mata berlinang saat membaca sejarah hidup Rasulullah. Tetapi, sebagian kawan menegur, ''jangan berlebihan, jangan terlalu banyak membaca shalawat kepada Nabi. aku khawatir kamu melampaui batas dan terjerumus kedalam praktik bid'ah. itu ulah kaum sufi''

       Omongan apa itu? apakah ia tidak pernah mendengar sabda Nabi ''siapa saja yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan menurunkan rahmat kepadanya sepuluh kali. siapapun yang bershalawat kepadaku sepuluh kali maka Allah akan menurunkan rahmat kepadanya seratus kali. dan, siapa saja yang bershalawat kepadaku seratus kali maka Allah akan menurunkan rahmat kepadanya seribu kali''

       Dalam riwayat At Tirmidzi disebutkan bahwa seorang pria menemui Rasulullah saw kemudian bertanya ''wahai rasulullah berapa kali aku harus bershalawat kepadamu?'' ''terserah engkau'' jawab beliau ''aku akan bershalawat seperempat. seperempat dari waktuku, seperempat dari ketaatanku, setelah mengerjakan yang fardlu, akan aku sempatkan untuk bershalawat kepadamu.'' ''terserah engkau. jika engkau tambah, itu lebih baik,'' tanggap beliau. ''jika sepertiga?'' tanya laki-laki itu. ''terserah engkau, jika engkau tambah, itu lebih baik,'' tanggap beliau. ''jika setengah wahai rasulullah?'' tanya laki-laki itu lagi. ''terserah engkau, jika engkau tambah, itu lebih baik.'' tanggap beliau. ''kalau begitu, aku jadikan seluruh waktuku untuk bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah.'' maksudnya, seluruh waktu dan ketaatanku setelah mengerjakan shalat fardlu, shalat sunah rawatib, dan membaca Al qur'an akan kusibukkan dengan bershalawat kepadamu.

       Apa yang membuat sebagian saudara kita itu ragu? ''apa yang dikatakan kawanku itu membuatku ragu'' kata mereka. kenapa mereka ragu? karena mereka tidak meminta penjelasan lebih lanjut kepada orang yang kompeten berbicara tentang perintah dan larangan Allah. siapa yang dapat kita terima ketetapan hukumnya dan dapat kita percaya?. hukum tidak bisa diterima dari sembarang orang. ada prinsip yang harus dipenuhi. prinsip yang tidak semata didasarkan pada jenis kitab, keindahan kata-kata, atau media informasi yang ada. tetapi lebih pada prinsip; dari siapa suatu ilmu berasal? siapa gurunya? dari siapa sang guru mendapatkan ilmu itu? begitu seterusnya sehingga sanadnya bersambung. sebab, bagi umat islam, bukan hanya sanad dari teks hadits yang harus diperhatikan, melaikan juga pemahaman dari teks hadits tersebut. perhatikanlah hal ini baik-baik, supaya kalian benar-benar memahami.

       Misalnya, ketika kita menerima sebuah hadits dari orang-orang, maka kita tanyakan sanadnya. jika mereka mengatakan hadits itu shahih, maka kita tanyakan lagi siapa rawinya? jika mereka menjawab, imam al bukhari atau yang lainnya, maka kita tanyakna hadits itu berbicara tentang apa? misalnya, hadits yang berbunyi, ''siapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudlu''. kalau begitu makan daging unta membatalkan wudlu? tentu saja, bukankah teks haditsnya jelas? padahal, menurut imam syafi'i dan imam malik, makan daging unta tidaklah membatalkan wudlu. bagaimana kedua imam ini bisa berpendapat begitu? sementara teks hadits itu jelas-jelas menyuruh untuk berwudlu yang tiada lain berarti menbatalkan? kalau begitu, imam syafi'i dan imam malik menyalahi Nabi?

       Sebagai jawaban, cobalah anda renungkan lebih dahulu, jangan sembarang menudduh mereka bagitu. masalahnya tidak sebatas teks hadits, tetapi darimana anda memperoleh pemahaman mengenai hadits tersebut?. tidak cukup karena hadits itu shahih, lalu kita jadikan sebagai rujukan. siapa tahu hadits itu memang shahih tetapi sudah dimansukh (dibatalkan hadits lain). siapa tahu juga ada hadits shahih lain yang lebih kuat. atau, ada hadits kedua yang menafsirkan hadits pertama. itulah kenapa diperlukan suatu rumusan yang menjadi prinsip pengambilan hukum dari sebuah hadits.

       Bagaimna dengan kasus imam syafi'i diatas? apa yang ia pahami dari hadits tersebut? menurutnya, Nabi menunjukkan hal itu hanya kepada salah seorang sahabat. dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada sala seorang sahabat makan daging unta, lalu buang angin. rupanya, Beliau tidak ingin membuat orang itu tersinggung dengan mengatakan ia sudah buang angin. maka Beliaupun bersabda, ''siapa saja yang makan daging unta, hendaklah ia berwudlu.'' terbukti pula bahwa dalam riwayat lain Rasulullah sendiri makan daging unta lalu mengerjakan shalat tanpa berwudlu lagi. berbeda dengan imam ahmad ibn hambal yang berpegang dan mengambil cukup pada teks lahir hadits. dua-duanya benar tidak salah.

       Jadi, apabila pemahaman kita terhadap teks hadits dirujukkan kepada pendapat para imam yang jelas sambungan penerimaan sanadnya maka pasti pemahamannya akan benar. tetapi, apabila pemahaman kita disandarkan semata-mata atas apa yang kita lihat dari lahiriah teks, hal ini perlu dipertimbangkan ulang dan diwaspadai. karena itu, salah seorang ulama mengatakan, ''cermatilah orang yang kamu jadikan rujukan dalam agamamu. jika kami duduk bersama guru-guru kami disuatu majelis, lalu mereka akan mulai membaca kitab, mereka berkata 'ini kitab al bukhari, mari kita baca. kita sedang berada dimajelis al bukhari,'' salah seorang dari mereka berkata, ''aku menerima hadits ini dari imam al bukhari melalui ayahku, atau guruku, fulan. guruku menerima dari gurunya, fulan.'' begitu seterusnya, ia menyebut sanad hadits itu sampai imam al bukhari selaku perawi hadits tersebut. setelah itu, ia berkata. ''ayahku -atau guruku- mengatakan bahwa maksud hadits ini begini, sebagaimana dikatakan gurunya, dari gurunya, dari gurunya lagi.'' begitu seterusnya, hingga sampai kepada salah seorang imam terkemuka, seperti penulis syarah kitab shahih al bukhari. dengan demikian, baik teks hadits maupun pemahaman mengenai hadits tersebut diterima melalui sanad yang sambung hingga sampai pada sumber aslinya, Rasulullah.

       Kemudian, jika kita renungkan, jika kita saksikan sanad hadits dari imam al bukhari atau muslim, bagaimana keberadaan mereka? apakah mereka menggunakan metode ini atau metode itu? coba kita renungkan sejarah kehidupan para rawi hadits al bukhari, muslim dan imam-imam hadits yang empat (at tirmidzi, abu daud, an nasai dan ibn majah ), sumber kita mengambil sanad al qur'an. bagai mana akidah mereka? bagaimana suluk mereka kepada allah? bagaimana pemahaman mereka terhadap teks hadits? kita tidak menjumpai dalam sejarah hidup para imam itu kecuali bahwasanya mereka banyak membaca shalawat kepada Nabi. mereka sangat mencintai Nabi, sangat bergantung kepada Beliau. masing-masing memiliki karamah. mereka ahli ibadah malam, ahli puasa pada siang hari. mereka semua berpegang pada prinsip yang kita dengar sekarang ini banyak dilanggar. prinsip yang sekarang banyak dibicarakan.

       Bagaimana dengan penulis syarah hadits? al hafidz ibn hajar, imam an nawawi, penulis tuhfatul ahwadzi (al mubarakfuri), al hafidz imam as suyuthi, al hafidz zainuddin al iraqi, al hafidz as subki, dan al hafidz as sakhawi, mereka pada umumnya penganut madzhab  al asyi'ariyah dan al maturidiyah. mereka adalah para penganut madzhab, entah itu madzha as syafi'i, maliki, hanafi, atau hanbali, madzhab yang saat ini dicemooh sebagian orang. mereka umumnya ahli tasawuf, yakni mereka yang menempuh jalan penyucian hati.

       Sekarang kita sering mendengar orang yang mencela dan melecehkan tasawuf. tasawuf dibuat dengan kesan buruk dimata umat. jika bermaksud menistakan seseorang, mereka mengatakan, ''sifulan ini seorang sufi, hati-hati. lidahnya tajam dan mampu menorehkan pengaruh yang amat dalam dihati setiap orang yang mendengarkan. sayang, ia seorang sufi, jangan dengarkan kata-katanya.''

   
 Timbangan baik buruk kini telah berbalik. bahkan, ditangan orang-orang yang menjadi sumber ilmu. padahal, dalam syarah shahih muslim jilid pertama, kita jumpai bahwasannya imam an nawawi setiap selesai memaparkan biografi rawi, dan bermaksud memberikan pujian, beliau selalu berkata, ''ia seorang sufi, ia termasuk golongan sufi.'' mereka adalah para imam besar generasi salaf shaleh, yang bangga memiliki hubungan denga ahli tarekat.

Siapakah kaum sufi itu?

       Mereka adalah sekelompok orang yang menuju Allah melalui penyucian hati. mereka mutiara umat. mereka adalah intisari dari generasi tabi'in, bahkan hingga generasi shaleh sekarang ini. mereka yang berbicara tentang ahli ibadah dan orang-orang shaleh bangga bahwa dirinya memiliki ikatan dengan kaum sufi. bahkan imam ibn taimiyanh, yang sering dijadikan hujah untuk mengecam kaum sufi, kaum shaleh dan para imam awal, dalam karyanya, al fatawa, merasa terhormat dirinya memiliki hubungan sanad dengan imam Abdul qodir al jailani.

       Ibn qayyim yang juga sering mereka jadikan peluru untuk menembak kaum sufi, malah menulis tiga jilid kitab tentang tasawuf, yaitu; madaariju saalikiin fii syarh manaazili saairiin. imam ahmad ibn hanbal menulis kita al zuhd. al hafidz imam al dzahabi menulis siyar a'laam al nubalaa yang tidak hanya mendedah biografi para imam hadits, tetapi juga para imam besar tasawuf. ada juga kitab shifat al shofwah karya imam ibn al jauzi. cobalah anda baca kitab yang terakhir ini, disitu akan anda jumpai riwayat hidup para imam besar tasawuf generasi awal. jika orang mengetahui yang sebenarnya tentang mereka, pasti yang terjadi sebaliknya. bukannya mencerca, ia malah akan menyanjung dan memuji mereka.

       Oleh karena itu, dalam rangka ittiba' kepada Nabi, seyogyanya kita memahami dan mewaspadai orang yang akan kita ambil pendapatnya. kita mesti merujuk pada literatur-literatur lama yang ditulis para ulama salaf shaleh, merujuk kepada para perawi hadits dalam literatur-literatur tersebut. kita juga harus berdo'a secara sungguh-sungguh kepada Allah agar membukakan pintu kehati-hatian dan kewaspadaan sehingga kita akan mendapatkan penjelasan yang memadai.

       Anda jangan hiraukan omongan orang-orang yang lancang kepada Allah dan Rasulnya, menentang agama dan tidak menaruh hormat kepada orang-orang shaleh. omongan mereka tidak bisa dijadikan hujjah bagi umat, karena didasarkan atas sejumlah kesalahan, atau dinukil dari orang-orang yang mengaku sufi atau mereka nisbatkan dengan kaum sufi. hujjah harus didasarkan atas pendapat ulama salaf. cobalah anda baca shifah al shafwah karya ibn al jauzi. disitu akan anda jumpai penjelasan tentang tasawuf tingkat tinggi. para imam tasawuf telah menjadi sumber inspirasi bagi imam al jauzi untuk menulis kitab tersebut. bacalah juga siyar a'laam al nubalaa karya al hafidz al dzahabi yang mendedah hidup para sufi yang paling berpengaruh, misalnya ma'ruf al kurkhi. disitu disebutkan bahwa ia menerima keterangan dari imam ali al ridha, putra imam musa al kadzim, putra imam ja'far as shadiq, putra imam ali zainal abidin, putra imam al husain, cucu Rasulullah. kemudian al dzahabi memberi komentar, ''kuburan ma'ruf adalah obat penangkal yang mujarab.''. kepada kuburan saja ia memuji seperti itu, apalagi kepada orang yang ada didalamnya.

       Begitulah keadaan para imam hadits yang bergelar al hafidz, yang kadang-kadang mereka tuduh benar, kadang salah. bahkan ketika menyangkut akidah, mereka mengatakan para ulama shaleh itu salah semua. jadi, menurut mereka, akidah ibn al jauzi itu salah. akidah imam al nawawi itu salah, karena ia menulis sejarah hidup guru-gurunya yang meriwayatkan hadits sampai kepada imam muslim dan menyebut mereka sebagai sufi. akidah imam al dzahabi salah. akidah imam al suyuthi salah. demikian pula akidah imam al subki, imam al sakhawi, imam ibn hajar, serta semua imam madzhab yang merujuk kepada kaum sufi dan memegang ucapan-ucapan mereka untuk melembutkan hati. kisah imam ahmad ibn hanbal bersama bisyr al hafi dan al harits al muhasibi adalah slah satu yang sangat populer. begitu pula dengan imam al syafi'i, imam malik dan imam abu hanifah. jika ulama salaf shaleh hendak memuji seseorang, mereka mengatakan, ''ia sufi.'' dalam pengertian, ia benar-benar telah menempati maqam ihsan.

       Kami takkan pernah tinggal diam menghadapi orang-orang yang berupaya untuk meragukan kaum sufi. jika mereka mengatakan, ''jauhi kaum sufi,'' maka kami akan mengatakan, ''takkan pernah.''. ini benar-benar meresahkan umat. saat ini sedang gencar diupayakan untuk mengubah citra kaum sufi dihati umat. bahwa kaum sufi itu salah, sesat, syirik, dan kafir. sementara, pada saat yang sama, kaum yahudi terus berupaya mengukuhkan diri ditengah-tengah kita. jika mereka menuduh kaum sufi itu syirik dan sesat, berarti mereka tidak percaya kepada al qur'an dan hadits yang ada sekarang. kenapa? karena seluruh sanad atau rantai riwayat al qur'an dan hadits yang sampai pada kita sekarang penuh dengan kaum sufi. setiap periwayatan bacaan al qur'an yang tujuh (qira'ah sab'ah) -atau yang sepuluh (qira'ah asyrah)-  pasti didalamnya ditemukan imam sufi. maka, jika benar mereka musyrik dan sesat, al qur'an yang kita terima sekarang patut diragukan, sebab ia diriwayatkan orang-orang yang buruk dan sesat. kita berlindung kepada allah dari hal semacam itu. siapa yang bisa mengakses shahih al bukhari dan shahih muslim serta kitab-kitab hadits lainnya tanpa melalui perawi yang bukan sufi? jika ada yang mengatakan mereka musyrik, mereka kafir, dan kita diam saja, ini artinya bencana akan mengancam generasi setelah kita. yang mereka tahu tentang para sufi kemudian adalah bahwa mereka kafir dan sesat.

       Sekarang ini, kita seperti malas bertindak. padahal diluar sana, melalui khutbah, kaset, dan buku-buku, berbagai kebohongan tengah dihembuskan sekelompok orang yang tidak menjaga ketaqwaan kepada Allah saat berbicara tentang orang-orang shaleh. berbagai tuduhan miringpun diarahkan kepada kaum sufi. jika ini dibiarkan, tentu generasi setelah kita akan berkesimpulan bahwa al qur'an dan hadits yang mereka terima tidak dapat dipercaya, karena diriwayatkan kaum sufi yang mereka ketahui kafir dan sesat. ini berbahaya, karena langsung menohok soal autentisitas al qur'an dan hadits. segenap kaum muslimin perlu mewaspadai dan memperhatikan benar-benar soal ini.

       Memang, saya akui saat ini ada beberapa orang yang disebut-sebut sebagai sufi, tetapi sebenarnya mereka ini sesat dan lepas dari rel tasawuf. tetapi, tentu saja hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menepis setiap pembicaraan tentang tasawuf. apakah karena ada penghafal hadits atau ahli hadits yang memalsukan hadits lalu kita mencela ilmu hadits? apakah karena ada sebagian ahi fiqih yang mengeluarkan fatwa demi penguasa lalu kita mencerca ilmu fiqih? apakah karean ada sebagian ulama tauhid yang cenderung membuat suatu masalah mengambang, mengaburkan, dan keluar dari akidah yang benar lalu kita akan memaki ilmu tauhid? tentu saja tidak.

       Begitu pula dengan tasawuf. kita tidak bisa mencelanya. kita tidak bisa menistakan tasawuf dengan alasan beberapa sufi salah dalam ungkapan dan kata-katanya. kita hanya perlu hati-hati. sebagaimana tauhid diperlukan untuk meluruskan akidah, dan fiqih untuk meluruskan pola hubungan dan ibadah, tasawuf juga diperlukan untuk meluruskan sisi batin akidah dan pola hubungan dengan Allah. sisi batiniah akidah adalah keyakinan, sedangkan sisi batiniah hubungan dengan allah adalah ikhlash. tawaduk dan santun bersamanya. semua ini tidak bisa dicapai kecuali dengan tasawuf.

       Apabila diantara kita ada yang mengatakan, ''aku belum pernah membaca satu buku/ tulisanpun tentang tasawuf,'' benarkah demikian? apakah karena sering mendengar informasi miring tentang tasawuf? karena tasawuf sering seenaknya saja mengatakan tentang tuhan? bagaimana dengan tulisan yang sedang anda baca ini? apakah tulisan ini dipandang penting dan dibaca? ini termasuk pelajaran tasawuf. apakah disini kalian menemukan hal yang menyimpang dari agama? atau, pertanyaan ini mungkin lebih tepat, apakah kalian yakin perjalanan menuju Allah dapat ditempuh tanpa ilmu taswuf? tanpa menerapkan keikhlasan dan meninggalkan riya'? kita benar-benar takkan dapat berinteraksi secara baik bersama Allah tanpa mengikuti prinsip tasawuf.

       Bagaimana dengan istilah tasawuf itu sendiri? bukankah itu tidak berasal dari Nabi? bukankah beliau tidak pernah menyebut kata sufiyyah (sufi, tasawuf)? pertanyaan ini benar-benar bodoh! mari kita cermati, apakah beliau pernah menyebut muhaditsun (para ahli hadits)? menyebut huffadz (para penghafal hadits atau al qur'an)? menyebut ushuliyyuun  (para ahli ushul)? menyebut syeikh al islam (pemuka islam)? menyebut al mufti (juru fatwa)? beliau tidak pernah menyebutkan semua istilah itu, tetapi umat menyebutkannya. munculnya istilah tidak dapat ditolak. masalahnya bukan terletak pada nama, melainkan pada subyek yang diberi nama.

       Mudah-mudahan Allah merahmati mediang Abu al hasan al nadwi , salah seorang ulama sufi pemikir masa kini, penganut tarekat al qadiri. dengan membuat perumpamaan, ia mengatakan, ''ada sebuah makanan diindia'' kemudian dia akan menyebutkan bahan-bahan makanan itu. karena kita tidak mengenal makanan india, kami akan membuat perumpamaan yang mirip dengan makanan itu. jika seseorang ditanya pendapatnya tentang mentimun, ia akan mengatakan, ''mentimun baik untuk kesehatan,'' tentang wortel, ia akan mengatakan, ''wortel baik untuk mata,'' tentang tomat ia akan mengatakan, ''tomat itu mengandung vitamin ini dan itu,''. bagaimana dengan lalapan? ''oh, tidak! lalapan itu berbahaya!'' bukankah lalapan itu isinya tomat, mentimun dan wortel?

       Bagaimana dengan zuhud? ''masya allah ini pangkal agama. ini sangat penting!'' bagaimana dengan wara'? bagaimana dengan tawakal? bagaimana dengan keyakinan? bagaimana dengan khauf (takut kepada allah)? bagaimana dengan raja' (harapan kepada allah)? bagaimana dengan membersihkan diri dari riya: riya besar maupun riya kecil? dari ujub? dari takabbur? ''masya allah, itu semua wajib hukumnya.''

       Lalu, bagaimana dengan tasawuf? ''tidak, tidak, tidak! jangan katakan itu padaku. aku tidak mau tasawuf!'' sebuah jawaban yang benar-benar bodoh! sangat bodoh!. saat ini, waktu kita banyak tersita hanya untuk menegaskan bahwa tasawuf itu benar. padahal, daripada kita duduk dan membahas panjang lebar apakah tasawuf itu benar atau salah, lebih baik kita langsung menempuh jalan tasawuf yang benar. daripada kita membuang-buang waktu untuk membahas apakah ini baik atau buruk, apakah ini benar atau salah, yang hanya akan menguras energi hanya untuk sekedar memahami yang hakiki, lebih baik kita langsung bertindak. agama bukan sekedar untuk dipahami, melainkan lebih dari itu, untuk diamalkan dalam kehidupan.