I.
PENDAHULUAN
Setelah generasi sahabat, datanglah
generasi tabi’in yang belajar islam melalui sahabat didaerah
masing-masing. Ada tiga kota utama dalam pengajaran Al-Qur’an yang
masing-masing melahirkan madrasah atau mazhab tersendiri yaitu di Makkah, Madinah
dan Irak.
Pada masa ini tafsir masih merupakan
bagian dari hadist namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka
sendiri-sendiri. Ketika datang masa kodifikasi hadist, riwayat yang berisi
tafsir sudah menjadi bab tersendiri namun belum sistematis sampai masa
sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadist dan tafsir
sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama
sesudahnya seperti Ibn majjah, Ibn Jarir At-Thabari, Abu Baqar Ibn Al-Munzir
An-Naisaburi dan lainnya.
Berdasarkan
keterangan di atas, maka penulis merumuskan pembahasan makalah ini dengan
menganalisa tafsir menurut sumbernya, tafsir menurut metodenya dan tafsir
menurut coraknya.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pembagian Tafsir Dari Segi Sumbernya
2.
Pembagian Tafsir Dari Segi Metodenya
3.
Pembagian Tafsir Dari Segi Coraknya
III.
PEMBAHASAN
1.
Pembagian
Tafsir Dari Segi Sumbernya
Berdasarkan
sumber penafsirannya, tafsir terbagi menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi Al-Ma’tsur dan Tafsir bi Al-Ra’yi.
a. Tafsir
bi Al-Ma’tsur adalah tafsir yang
menggunakan Al-Qur’an dan atau Sunnah sebagai sumber penafsirannya. Contoh:
1a) Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, karangan
Abu Al-Fida’ Ismail bin Katsir Al-Qarsyi Al-Dimasyqi, terkenal dengan sebutan
Ibnu Katsir.
2b) Tafsir Jami’ Al-Bayan fi Tafsir
Al-Qur’an, karangan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Thabary,
dikenal dengan sebutan Ibnu Jarir At-Thabary.
3c) Tafsir Ma’alim Al-Tanzil,
dikenal dengan sebutan Al-Tafsir
Al-Manqul, karangan Al-Iman Al-Hafiz
Al-Syahir Muhyi Al-Sunnah Abu Muhammad bin Husein bin Mas’ud bin Muhammad bin
Al-Farra’ Al-Baghawy Al-Syafi’i, dikenal dengan sebutan Imam Al-Baghawy.
b. Tafsir
bi Al-Ra’yi adalah tafsir yang
menggunakan rasio/akal sebagai sumber penafsirannya. Contoh:
1) Mafatih
Al-Ghaib, karangan Fakhr Al-Din Al-Razi.
2) Al-Bahr
Al-Muhith, karangan Abu Hayan Al-Andalusi Al-Gharnathi
2.
Pembagian
Tafsir Dari Segi Metodenya
Para ulama Al-quran
telah membuat klasifikasi tafsir berdasarkan metode penafsirannya menjadi empat
macam, yaitu: Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i. Keempat metode ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Metode
Tahlili (Metode Analisis)
Secara bahasa, al-tahlili
berarti menjadi lepas atau terurai. Maksudnya adalah metode penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian
makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
Metode Tahlili berarti
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti aspeknya dan menyikap seluruh
maksudnya, mulai dari uraian, hingga sisi antar pemisah itu dengan bantuan Asbabul
Nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari nabi SAW, sahabat dan tabi’in.
Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat
per surat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan
generasi nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi dengan uraian-uraian
kebahasaan dan materi-materi khusus lainnya yang kesemuannya ditunjukan untuk
memahami Al-Qur’an yang mulia ini.
b.
Metode Ijmali (Metode Global)
Secara lughawi, kata al-ijmali
berarti ringkasan, ikhtisar. Global dan penjumlahan. Maka dengan demikian yang
dimaksud dengan tafsir al-ijmali ialah penafsiran Al-Qur’an yang
dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Qur’an melalui pembahasan
yang bersifat umum, tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga
tidak dilakukan secara rinci.
Metode Ijmali yang menafsirkan Al-Qur’an
secara global. Dengan metode, ini muffasir berupaya menjelaskan makna-makna
Al-Qur’an dengan uraian singkat dan bahwa yang mudah sehingga dipahami oleh
semua orang, dari orang yanf berpengetahuan sekedarnya sampai kepada orang yang
berpengetahuan luas.
c.
Metode Muqaran (Metode Komparasi/perbandingan)
Al-tafsir al-muqaran ialah
yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki redaksi berbeda-beda padahal isi kandungannya sama, atau antara
ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan.
Juga termasuk ke dalam metode komporasi ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan al-hadis, padahal dalam
hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
Al-tafsir al-muqaran juga bisa
dilakukan dengan cara membanding-bandingkan antara aliran-aliran tafsir dan
antara mufassir yang satu dengan mufassir yang lain, maupun perdandingan itu
didasarkan pada perbedaan metode dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian,
maka bentuk-bentuk metode penafsiran yang dilakukan dengan cara perdandingan
memiiki obyek yang luas dan banyak.
d.
Metode Maudhu’i (Metode Tematik)
Tafsir dengan metode maudhu’i adalah menjelaskan konsep
Al-Qur’an tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh
ayat Al-Qur’an yang membicarakan tema tersebut. Kemudian masing-masing ayat
tersebut dikaji secara komprehensif, mendalam, dan tuntas dari berbagai aspek
kajiannya. Baik dari segi asbab Al-nuzul-nya, munasabahnya, makna kosa katanya,
pendapat para mufasir tentang makna masing-masing ayat secara parsial, secara
aspek-aspek lainnya yang dipandang penting. Ayat-ayat tersebut dipandang
sebagai satu kesatuan yang integral membicarakan suatu tema (maudhu’) tertentu
di dukung oleh berbagai fakta dan data, dikaji secara ilmiah dan rasional.
Demikian luasnya sudut pandang yang
digunakan dlam metode tafsir ini, maka sebagian ulama menyebutnya sebagai
metode yang paling luas dan lengkap, bahkan ketiga metode yang disebutkan
sebelumnya, semuanya diterapkan secara intensif dalam metode ini.
Ciri utama metode ini adalah
fokusnya perhatian pada tema, baik tema yang ada dalam al-quran itu sendiri,
maupun tema-tema yang munccul ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh sebab
itu, metode ini dipandang sebagai metode yang paling tepat untuk mengatasi
berbagai masalah dalam kehidupan umat manusia oleh karena itu ia dapat
memberikan jawaban dengan konsep Al-quran terhadap berbagai persoalan yang dihadapi
umat manusia.
Al-Farmawi mengemukakan tujuh
langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan metode
maudhu’i. Langkah-langkah yang di maksud adalah sebagai berikut:
a)
Memilih atau menetapkan masalah al-qur’an yang akan
dikaji secara maudhu’i.
b)
Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah yang telah ditetapkan, ayat makkiyah dan ayat madaniyah.
c)
Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut
kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya
atau sebab al-nuzul.
d)
Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut
dalam masing-masing surahnya.
e)
Menyusun tema bahasa dalam kerangka yang pas, utuh,
sempurna dan sistematis.
f)
Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadist bila
dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.
Mempelajari ayat-ayat tersebut
secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung
pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan khash, antara yang
muthlaq dan muqayyad, mensingkronkan ayat-ayat yang lahirnya terkesan
kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut
bertemu pada suatu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan
pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat.
3.
Pembagian
Tafsir Dari Segi Coraknya
Corak penafsiran yang
dimaksut dalam hal ini adalah bidang keilmuan yang mewarnai suatu kitab tafsir.
Hal ini terjadi karena mufasir memiliki latar belakang keilmuan yang
berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya pun memiliki corak sesuai
dengan disiplin ilmu yang dikuasainya. Diantaranya sebagai berikut:
a.
Tafsir Shufi/isyari, corak penafsiran
ilmu Tashawwuf yang dari segi sumbernya termasuk tafsir isyari.
b.
Tafsir Fiqhi, corak penafsiran yang
lebih banyak menyoroti masalah-masalah fiqih. Dari segi sumber penafsirannya,
tafsir bercorak fiqih ini termasuk tafsir bi al-ma’tsur.
c.
Tafsir Falsafi, yaitu tafsir yang dalam
penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini adalah
tafsir yang bercorak kajian ilmu kalam. Dari segi sumber penafsirannya tafsir
bercorak falsafi ini termasuk tafsir bi Al-Ra’yi.
d.
Tafsir ‘ilmiy, yaitu tafsir yang lebih
menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dari
segi sumber penafsirannya tafsir bercorak ‘ilmiy ini juga termasuk tafsir bi al-ra’yi.
e.
Tafsir al-adab al-ijtima’i, yaitu tafsir
yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari
segi sumber penafsirannya tafsir bercorak al=adab al-ijtima’i ini termasuk
tafsir bi al-ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengategorikannya
sebagai tafsir bi al-izdiwaj (tafsir campuran), karena presentase atsar dan
akal sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar